Wisata ke Lampung, Jangan Lupa ke Menara Siger
A
A
A
KALIANDA - Orang Lampung bilang, plesir ke Tanah Lampung belum sah jika kita tidak menginjakkan kaki di Kompleks Menara Siger. Hmmm…jadi penasaran deh. Apa sih istimewanya Menara Siger? Nah, terdorong rasa penasaran untuk membuktikan omongan itulah, Sindonews singgah ke Menara Siger ketika plesir ke Lampung.
Rasa penasaran itu sudah menggoda sejak kapal feri yang saya tumpangi dari Pelabuhan Merak, Banten berlayar membelah laut menuju Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan. Saat berada di atas kapal, saya sengaja di dalam mobil yang diparkir di buritan agar bisa leluasa memandang laut.
Sembari menikmati suara debur ombak dan terpaan angin laut, saya disuguhi pemandangan Selat Sunda yang memisahkan Pulau Jawa dan Sumatera. Setelah berlayar di lautan sekitar dua jam lebih, kapal feri segera merapat di Bakauheni.
Dari kejauhan, sepasang mata saya menangkap objek bangunan besar berbentuk mahkota berwarna kuning. Karena penasaran, saya bertanya kepada penumpang yang asli orang Lampung, apa sih nama bangunan besar tersebut.
Kata orang Lampung, itulah Menara Siger. Ya, setiap penumpang kapal yang melihat Menara Siger, itu pertanda kapal segera merapat ke Pelabuhan Bakauheni. Semakin dekat kapal akan bersandar, bentuk Menara Siger semakin masif. Warnanya emas dan merah dengan bentuk mahkota yang menjadi simbol Lampung.
Segera saya lajukan mobil menuju Menara Siger begitu keluar dari kapal feri. Tidak sampai lima menit, saya sudah sampai di lokasi. Kemudi mobil saya belokkan ke kanan menuju kompleks Menara Siger. Siang itu, suasana di Kompleks Menara Siger sepi. Tidak banyak pengunjung yang datang di siang yang panas tersebut.
Hanya ada dua mobil yang parkir di teras Menara Siger dengan penumpang tidak lebih dari 10 pengunjung. Ada beberapa warung kecil di dekat Menara Siger yang menjual makanan ringan dan minuman yang menyegarkan.
Nah, ketika kali pertama menjejakkan kaki di Menara Siger, barulah tahu rasanya mengapa masyarakat Lampung begitu membanggakan ikon daerahnya tersebut. Menara Siger bagi Lampung bukan sekadar menara atau monumen biasa.
Ya, Menara Siger adalah simbol Lampung. Menara Siger yang dibangun sejak 2005 itu menjadi ikon dalam bidang keagamaan, seni dan budaya, serta pendidikan. Menara Siger yang pembangunannya menghabiskan dana sekitar Rp15 miliar itu begitu tertanam di memori masyaralat Lampung seperti halnya Monumen Nasional (Monas) begitu dibanggakan warga Jakarta.
Menara Siger berada di atas bukit dengan ketinggian 110 meter di atas permukaan laut. Di bagian depan, view Menara Siger berhadapan dengan Pelabuhan Bakauheni. Bagian belakang Menara Siger view-nya Samudera Hindia.
Menara Siger yang kala itu diresmikan Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. pada 30 April 2008 merupakan penanda titik nol Sumatera di bagian selatan. Menara Siger terdiri atas enam lantai yang menjadi area stan seluruh kabupaten/kota se-Lampung. Menara Siger yang dibangun di sebelah barat Pelabuhan Bakauheni itu dilengkapi sarana informasi peta wisata di Lampung.
Kesempatan mengunjungi Menara Siger tidak disia-siakan pengunjung dengan berfoto selfie maupun rombongan. Mereka tidak mau kehilangan momen di kompleks Menara Siger yang merupakan mahakarya arsitek asli Lampung, Ir. Hi. Anshori Djausal M.T.
Tampilan fisik Menara Siger dibangun sesuai ciri khas Lampung. Menara Siger berupa bangunan berbentuk mahkota terdiri dari sembilan rangkaian yang melambangkan sembilan bahasa di Lampung. Menara Siger berwarna kuning dan merah, mewakili warna emas dari topi adat pengantin wanita. Bangunan ini juga berhiaskan ukiran corak kain tapis khas Lampung.
Payung tiga warna (putih-kuning-merah) menandai puncak menara. Payung ini sebagai simbol tatanan sosial. Dalam bangunan utama Menara Siger Prasasti Kayu Are sebagai simbol pohon kehidupan.
Setelah sekitar satu jam di kompleks Menara Siger, rasa penasaran mengenai Menara Siger terpuaskan. So, jika Anda masih penasaran, buruan datang ke Menara Siger. Buktikan sendiri rasa penasaran itu. I Love Indonesia!
Rasa penasaran itu sudah menggoda sejak kapal feri yang saya tumpangi dari Pelabuhan Merak, Banten berlayar membelah laut menuju Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan. Saat berada di atas kapal, saya sengaja di dalam mobil yang diparkir di buritan agar bisa leluasa memandang laut.
Sembari menikmati suara debur ombak dan terpaan angin laut, saya disuguhi pemandangan Selat Sunda yang memisahkan Pulau Jawa dan Sumatera. Setelah berlayar di lautan sekitar dua jam lebih, kapal feri segera merapat di Bakauheni.
Dari kejauhan, sepasang mata saya menangkap objek bangunan besar berbentuk mahkota berwarna kuning. Karena penasaran, saya bertanya kepada penumpang yang asli orang Lampung, apa sih nama bangunan besar tersebut.
Kata orang Lampung, itulah Menara Siger. Ya, setiap penumpang kapal yang melihat Menara Siger, itu pertanda kapal segera merapat ke Pelabuhan Bakauheni. Semakin dekat kapal akan bersandar, bentuk Menara Siger semakin masif. Warnanya emas dan merah dengan bentuk mahkota yang menjadi simbol Lampung.
Segera saya lajukan mobil menuju Menara Siger begitu keluar dari kapal feri. Tidak sampai lima menit, saya sudah sampai di lokasi. Kemudi mobil saya belokkan ke kanan menuju kompleks Menara Siger. Siang itu, suasana di Kompleks Menara Siger sepi. Tidak banyak pengunjung yang datang di siang yang panas tersebut.
Hanya ada dua mobil yang parkir di teras Menara Siger dengan penumpang tidak lebih dari 10 pengunjung. Ada beberapa warung kecil di dekat Menara Siger yang menjual makanan ringan dan minuman yang menyegarkan.
Nah, ketika kali pertama menjejakkan kaki di Menara Siger, barulah tahu rasanya mengapa masyarakat Lampung begitu membanggakan ikon daerahnya tersebut. Menara Siger bagi Lampung bukan sekadar menara atau monumen biasa.
Ya, Menara Siger adalah simbol Lampung. Menara Siger yang dibangun sejak 2005 itu menjadi ikon dalam bidang keagamaan, seni dan budaya, serta pendidikan. Menara Siger yang pembangunannya menghabiskan dana sekitar Rp15 miliar itu begitu tertanam di memori masyaralat Lampung seperti halnya Monumen Nasional (Monas) begitu dibanggakan warga Jakarta.
Menara Siger berada di atas bukit dengan ketinggian 110 meter di atas permukaan laut. Di bagian depan, view Menara Siger berhadapan dengan Pelabuhan Bakauheni. Bagian belakang Menara Siger view-nya Samudera Hindia.
Menara Siger yang kala itu diresmikan Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. pada 30 April 2008 merupakan penanda titik nol Sumatera di bagian selatan. Menara Siger terdiri atas enam lantai yang menjadi area stan seluruh kabupaten/kota se-Lampung. Menara Siger yang dibangun di sebelah barat Pelabuhan Bakauheni itu dilengkapi sarana informasi peta wisata di Lampung.
Kesempatan mengunjungi Menara Siger tidak disia-siakan pengunjung dengan berfoto selfie maupun rombongan. Mereka tidak mau kehilangan momen di kompleks Menara Siger yang merupakan mahakarya arsitek asli Lampung, Ir. Hi. Anshori Djausal M.T.
Tampilan fisik Menara Siger dibangun sesuai ciri khas Lampung. Menara Siger berupa bangunan berbentuk mahkota terdiri dari sembilan rangkaian yang melambangkan sembilan bahasa di Lampung. Menara Siger berwarna kuning dan merah, mewakili warna emas dari topi adat pengantin wanita. Bangunan ini juga berhiaskan ukiran corak kain tapis khas Lampung.
Payung tiga warna (putih-kuning-merah) menandai puncak menara. Payung ini sebagai simbol tatanan sosial. Dalam bangunan utama Menara Siger Prasasti Kayu Are sebagai simbol pohon kehidupan.
Setelah sekitar satu jam di kompleks Menara Siger, rasa penasaran mengenai Menara Siger terpuaskan. So, jika Anda masih penasaran, buruan datang ke Menara Siger. Buktikan sendiri rasa penasaran itu. I Love Indonesia!
(aww)